Jumat, 19 Desember 2008

CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING ( CTL ) DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA SMP UNTUK MATA PELAJARAN IPA

A. Latar Belakang


Dewasa ini pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan dalam pembangunan bangsa khususnya pembangunan di bidang pendidikan. Dalam era globalisasi ini, sumber daya manusia yang berkualitas akan menjadi tumpuan utama agar suatu bangsa dapat berkompetisi. Sehubungan dengan hal tersebut, pendidikan formal merupakan salah satu wahana dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan IPA sebagai bagian dari pendidikan formal seharusnya ikut memberi kontribusi dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Tujuan utama yang ingin dicapai dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata pelajaran IPA : (1) menyukai IPA sebagai ilmu pengetahuan dasar yang bersifat kualitatif dan kuantitatif sederhana, (2) kemampuan menerapkan berbagai konsep dan prinsip IPA dalam menjelaskan berbagai peristiwa alam, makhluk hidup, unsur zat kimia serta cara kerja produk teknologi dalam menyelesaikan permasalahan, (3) kemampuan melakukan kerja ilmiah dalam menguji kebenaran, (4) membentuk sikap ilmiah yaitu sikap terbuka dan kritis terhadap pendapat orang lain serta tidak mudah mempercayai pernyataan yang tidak didukung dengan hasil observasi empiris dan (5) menghargai sejarah sains dan penemuannya.
Untuk mengetahui pencapaian tujuan pembelajaran tersebut maka pada setiap akhir program pengajaran dilakukan evaluasi. Indikator keberhasilan dari pencapaian tujuan pengajaran tersebut adalah kemampuan belajar siswa yang diwujudkan melalui nilai perolehan. Pada dasarnya hasil perolehan nilai ujian siswa untuk mata pelajaran IPA sangat rendah.
Sekarang ada kecenderungan untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajari, bukan mengetahui. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
Pendekatan kontekstual ( Contextual Teaching and Learning ) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran berlangsung ilmiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil.
Pada umumnya kegiatan belajar mengajar lebih menekankan pada pengajaran dari pada pembelajaran. Pembelajaran diartikan sebagai perubahan dalam kemampuan, sikap, atau perilaku siswa yang relatif permanen sebagai akibat dari pengalaman atau pelatihan. Pola pikir pembelajaran pun perlu diubah dari sekedar memahami menuju pada penerapan konsep dan prinsip keilmuan. Dalam pilar-pilar pembelajaran dari UNESCO, selain terjadi learning to know (pembelajaran untuk tahu), juga harus terjadi learning to do (kemampuan untuk berbuat). Pembelajaran terfokus pada siswa, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan mediator.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuan. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi dari pada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi siswa. Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.


B. Pemikiran tentang belajar


Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut :
Proses belajar
· Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri.
· Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru dan bukan diberi begitu saja oleh guru.
· Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki seorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan.
· Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan ketrampilan yang dapat diterapkan.
· Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
· Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
· Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan ketrampilan seseorang.
Transfer Belajar
· Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain
· Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas ( sedikit demi sedikit )
· Pentung bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu
Siswa sebagai Pembelajar
· Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seoranganak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.
· Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting
· Peran orang dewasa ( guru ) membantu menghubungkan antara yang baru dengan yang sudah diketahui.
· Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.

Pentingnya lingkungan belajar
· Belajar efektif itu dimulai dari leingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting didepan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan
· Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasil
· Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar
· Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting
Hakekat Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual ( Contextual Teaching and Learning ) adalah konsep belajar yang membantu guru mangaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pendidikan efektif, yaitu : konstruktivisme (Contruktivism), bertanya ( Questionsing ), menemukan ( Inquiri ), masyarakat belajar ( Learning Community ), pemodelan ( Modeling ), refleksi ( reflektion) dan penilaian sebenarnya ( Authentic Assessment )
Pengertian CTL
1. Merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajariinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari sehingga siswa mmiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan ( ditransfer ) dari satu permasalahan ke permasalahan lain.
2. Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan anatara meteri yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat

CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, mata pelajaran apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, langkahnya sebagai berikut :
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi ssendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiataninkuiri untuk semua topik
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
4. Ciptakan masyarakat belajar
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan
7. Lakuan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara


Komponen CTL
1. Kontruktivisme
· Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal
· Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan
2. Inquiry
· Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman
· Siswa belajar menggunakan ketrampilan berfikir kritis
3. Questionong ( bertanya )
· Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berfikir siswa
· Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry
4. Learning Community ( masyarakat belajar )
· Sekelompok orang yang terkait dalam kegiatan belajar
· Bekerja sama dengan orang lain lebih baik dari pada belajar sendiri
· Tukar pengalaman
· Barbagi ide
5. Modeling ( pemodelan )
· Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berfikir, bekerja dan belajar
· Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya
6. Reflection ( refleksi )
· Cara berfikir tentang apa yang telah kita pelajari
· Mencatat apa saja yang telah kita pelajari
· Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok
7. Authentic Assesment ( penilaian yang sebenarnya )
· Mengukur pengetahuan dan ketrampilan siswa
· Penilaian produk ( kinerja )
· Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual


Karakteristik Pembelajaran CTL
· Kerjasama
· Saling menunjang
· Menyenagkan tidak membosankan
· Belajar dengan bergairah
· Pembelajaran terintegrasi
· Menggunakan berbagai sumber
· Siswa aktif
· Sharing dengan teman
· Siswa kritis guru kreatif
· Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta, gambar, artikel, humor dan lain-lain